Akibat polemik itu, dua ormas yakni NU dan Muhammadiyah mundur dari program tersebut. Selain itu, PB PGRI juga menyatakan mundur.
(SAGUSABLOG.COM)-Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan
permintaan maafnya atas munculnya polemik dana Program Organisasi Penggerak
(POP).
Dua ormas yakni NU dan
Muhammadiyah mundur dari program tersebut akibat polemik itu. Selain itu, PB
PGRI juga menyatakan mundur.
"Dengan penuh rendah hati,
saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul," ujarnya dalam
video dan siaran pers terkait program POP tersebut.
Nadiem Makarim juga mengatakan
mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah menyampaikan masukan dan
saran terkait program tersebut.
Selain itu, Nadiem Makarim juga meminta agar NU,
Muhammadiyah dan PGRI bersedia untuk terus memberikan bimbingan dalam proses
pelaksanaan program yang dinilainya masih belum sempurna itu.
Nadiem menjelaskan alasan
Kemendikbud bermitra dengan para penggerak pendidikan dan menghasilkan
inovasi-inovasi yang bisa dipelajari oleh pemerintah serta diterapkan skala
nasional.
Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim menyatakan Kemendikbud harus transparan membuka seluruh rancangan program hingga ke skema pendanaan kepada 156 organisasi kemasyarakatan yang lolos seleksi POP.
"Terkait anggaran ini perlu diperjelas sejelas-jelasnya apalagi banyak yang mengaitkan personal dirjen GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) dengan lembaga tersebut," kata Ramli saat dikonfirmasi, Kamis (23/7/2020).
Selain persoalan anggaran, IGI menyoroti soal evaluasi kesuksesan program ini kedepannya, jangan sampai sukses lembaga-lembaga tersebut hanya menjadi klaim Kemdikbud. Padahal Kemdikbud sama sekali tak melakukan apapun terhadap lembaga tersebut.
"Jika memang ingin melibatkan Sampoerna Foundation dan Bakti Tanoto, mestinya kemdikbud sejak awal mengkomunikasi hal tersebut bukan hanya kepada dua lembaga itu tetapi kepada semua lembaga CSR yang pernah atau masih berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan," ucapnya.
Meski begitu, Ramli menegaskan IGI tetap akan mendukung dan terlibat di dalam POP ini.
"IGI ingin terlibat mencari solusi dan menemukan masalah dari program ini dengan terlibat didalamnya secara langsung karena selama ini IGI berada diluar pemerintah dan dalam 3 tahun pertama sukses melatih 1,5 juta guru meskipun tanpa bantuan Kemdikbud," pungkas Ramli.
Polemik POP ini muncul ketika Komisi X DPR RI dan Muhammadiyah melihat ada kejanggalan di beberapa dari 156 lembaga pendidikan ormas yang nantinya akan mendapatkan hibah dana dari Kemendikbud, seperti perusahaan besar seperti Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto yang ikut mendapatkan dana hingga ormas yang tidak jelas asal-usulnya.
Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi menyatakan keputusan
ini diambil berdasarkan aspirasi dari anggota dan pengurus dari daerah,
Pengurus Besar PGRI melalui Rapat Koordinasi bersama Pengurus PGRI Provinsi
Seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi, Badan Penyelenggara
Pendidikan dan Satuan Pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada hari Kamis
(23/7/2019) kemarin.
"PGRI memutuskan untuk tidak
bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," kata Unifah
Rosyidi dalam surat resmi pengunduran diri, Jumat (24/7/2020).
PGRI beralasan proses seleksi
ormas untuk POP bermasalah, sementara penggunaan dana negara yang diberikan
bukanlah dana yang sedikit.
"Kriteria pemilihan dan
penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas. PGRI memandang
perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus
dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintah untuk menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian
hari," jelasnya
Mereka juga meminta dana POP
sebaiknya dialihkan untuk bantuan kepada guru, tenaga kependidikan, dan
siswa-siswi yang terdampak pandemi virus corona covid-19 sehingga kegiatan pembelajaran
jarak jauh tetap bisa berjalan maksimal.
"PGRI mengharapkan
Kemendikbud memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan
kekosongan guru akibat tidak ada rekruitmen selama 10 tahun terakhir,
memprioritaskan penuntasan penerbitan SK Guru Honorer yang telah lulus selessi
PPPK sejak awal 2019, membuka rekrutmen guru baru dengan memberikan kesempatan
kepada honorer yang memenuhi syarat, dan perhatian terhadap kesejahteraan
honorer yang selama ini mengisi kekurangan guru dan sangat terdampak di era
pandemi ini," pungkasnya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar